Selincam Cornel Simanjuntak Karya Landung Simatupang: Pentas Teater dan Musikal
Suatu sore (4 Juni 2024) saya ada janji dengan beberapa kawan untuk bertemu di Taman Budaya Yogyakarta. Tidak dalam rangka jajan atau jalan seperti biasa. Kami hendak menyaksikan sebuah pentas seni. Sepertinya ini adalah sebuah pementasan teater yang dipadukan dengan pertunjukkan musikal. Begitu yang saya tangkap dari postingan akun Instagram @yrlandungsimatupang.
Pementasan yang digelar untuk umum ini dan gratis berbatas kuota. Penyelenggara mengharuskan penonton mendaftarkan terlebih dahulu secara online melalui google form. Jadilah saya dan kawan-kawan war untuk mendapatkan kuota seat pertunjukkan ini. Kapasitas concert hall TBY dapat menampung kira-kira 800 penonton. Dari pendaftaran online sudah ada sekitar 500 orang sampai dengan H-1 pementasan. Penyelenggara juga membuka tambahan seat untuk penonton yang datang secara langsung saat pertunjukkan.
Setengah jam sebelum acara saya sudah tiba di lokasi. Penonton pun mulai berdatangan memadati lobby bawah. Antrian penukaran tiket di meja registrasi ulang mengular sampai ke luar. Kami mendapatkan gelang tangan tiket yang berfungsi sebagai tiket masuk. Sesuai dengan jadwal pukul 19.30 kami sudah berada di dalam gedung concert hall.
Penataan stage-nya seperti terbagi-bagi. Sisi kanan dan kiri panggung ada stage kecil, yang satu berisi meja dan rak buku sementara sisi lainnya berisi pohon. Kedua stage kecil ini digunakan oleh narator. Layar besar di bagian belakang di sisi kanan panggung (dari arah penonton) digunakan untuk menampilkan VT sepanjang pertunjukan. Alat musik dan beberapa mic berada di tengah panggung untuk pemain musik dan penyanyi.
Sosok Cornel Simanjuntak diperkenalkan oleh tokoh Rulan (Putu Alit Panca) dan ayahnya. Ayah Rulan (Landung Simatupang) adalah kawan sekolah seasrama saat Cornel Simanjuntak bersekolah di Hollandsche Indische Kweeschool (HIK)-sekolah keguruan Xaverius College di Muntilan, Jawa Tengah.
Saya menikmati cerita perjalanan Cornel Simanjuntak lewat narasi yang disampaikan Rulan dan ayahnya. Sesekali layar besar menghadirkan gambar Cornel Simanjuntak untuk menajamkan kehadiran Cornel Simanjuntak dalam imajinasi penonton. Paduan suara dan pemain musik membawakan lagu-lagu karya Cornel. Beberapa terdengar akrab tapi ada juga yang baru saya dengar pertama kali.
Komponis kelahiran Pematang Siantar, Sumatera Utara tahun 1921 melahirkan banyak karya di antaranya. Setelah selesai belajar di Muntilan, beliau mengajar musik di Jakarta dan bekerja di Kantor Kebudayaan Jepang.
Cornel juga ikut angkat senjata bergabung bersama Angkatan Pemuda Indonesia (API), berjuang melawan serdadu Belanda di Tangsi Penggorengan di Kawasan Senen. Saat baku tembak salah satu peluru menyasar ke pahanya. Cornel dibawa ke Sanatorium Pakem dan meninggal dunia pada tanggal 15 September 1946. Usianya sangat muda, 25 tahun. Cornel dimakamkan di Kerkof, kemudian dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Kusumanegara pada 10 November 1978.
Saya terpana selama pementasan. Belum pernah saya “membaca’ biografi seorang pahlawan semenarik ini. Sayangnya satu setengah jam waktunya sangat singkat. Yeah namanya juga selincam, artinya hanya sejenak atau sebentar.
Posting Komentar untuk "Selincam Cornel Simanjuntak Karya Landung Simatupang: Pentas Teater dan Musikal"