Berburu Takjil di Pasar Tiban Kauman Yogyakarta
Langkah kaki kami terhenti saat melihat orang-orang memadati sebuah gang. Di depan saya adalah lapak buah-buahan yang menjadi bahan utama jus. Sebotol jus buah segar yang dibanderol seharga Rp. 10.000 dan diklaim tanpa tambahan air dan gula. Dengan kata lain pure sari buah.
Satu jam sebelum bedug magrib, bersama 6 orang kawan saya pun tiba di pasar tiban. Begitulah warlok Kampung Kauman biasa menyebutnya, dikenal juga dengan sebutan Kampung Ramadan Kauman atau Pasar Sore Ramadan Kauman. Normalnya orang-orang masuk melalui sisi gang di ujung sana yang berhadapan dengan dengan jalan besar.
Namun karena kami blusukan ke kampung dulu, jadi kami masuk dari sisi lapak yang paling ujung. Mungkin karena memang menjelang waktu buka puasa, gang ini cukup padat meskipun tidak terlalu berdesakan. Hanya di bagian lapak tertentu saja.
Kami berjalan ke arah depan, melihat-lihat apakah ada jajanan yang menarik perhatian. Beberapa lapak penjual sudah mulai kosong atau tinggal separuh saja.
Saya kurang leluasa berjalan kaki sambil mengintip setiap lapak di sela-sela pundak pengunjung lain.
Tujuan utama saya setiap tahun ke pasar tiban Kauman ini tidak lain hanya untuk mencicipi kue kicak Mbah Wana. Tentu saja perlu usaha lebih untuk itu. Dan datang ke pasar tiban di sore hari jelas tidak akan kebagian kicak mbah Wana.
Kata seorang teman yang tinggal di Kauman, orang-orang sudah antre kicak mbah Wana sudah antre sejak azan zuhur.
Saat saya melihat warung Mbah Wana memang sebagian besar menu sudah habis. Tersisa 2 bungkus nasi megono, beberapa lauk dan sayur yang sudah terbungkus plastik.
Rupa-rupa es sangat menarik. Ada es buah, es kopyor, es sirsak dan banyak lagi. Saya tertarik juga dengan es dawet tanpa santan. Begitu tahu antriannya cukup panjang saya mengurungkan niat untuk membeli. Mengingat waktu buka yang memang semakin dekat.
Satu demi satu kawan mulai tiba di titik kumpul lengkap dengan tas kresek yang sudah pasti berisi jajanan takjil. Saya dan seorang kawan masih bingung belum memutuskan membeli apa pun. Setelah jadah manten Pak Jaz ludes terbeli dan lapak-lapak lain sudah mulai kosong, saya kehabisan ide.
Lapak Pasar Sore Ramadan Kauman yang ramai pengunjung |
Tanpa pikir panjang saya menuju ke lapak yang berada di depan warung Pak Jaz dan meraih satu plastik setup jambu. Saya memindai meja lapak, tidak ada makanan yang menarik.
Tidak jauh dari setup jambu, bungkusan menyerupai piramida terbuat dari daun pisang. Kata si ibu penjual isinya ketan dan ayam. Saya rasa mungkin seperti lemper yang tidak dikukus. Itu menarik perhatian saya. Saya putuskan membeli ketan daging ayam seharga Rp. 6.000 dan setup jambu Rp. 2.000,-
Saya menghabiskan tidak sampai Rp. 10.000 untuk jajanan takjil di Kampung Ramadan Kauman sore itu. Karena sudah pukul 5 sore dan semua sudah berkumpul, kami berjalan kaki menuju ke plataran masjid gede untuk berbuka puasa di sana.
Meski gagal mendapat Kicak dan Sangga Buwana tapi berburu takjil seperti ini benar-benar momen yang menyenangkan dan paling ditunggu saat ramadan tiba.
Posting Komentar untuk "Berburu Takjil di Pasar Tiban Kauman Yogyakarta "