Menyusuri Jejak Kolonial di Kampung Bintaran Jogja
Siapa yang tidak tahu Kampung Bintaran? Hampir 90% eh 95% pasti menjawab tidak tahu kan hehehe. Memang sih kampung Bintaran belum sekondang kampung Jogokaryan atau Kampung Kauman, jadi wajar bila masyarakat Jogja belum mengenalnya apalagi yang datang dari luar Jogja.
Saya kemudian penasaran, kan sering ada istilah kampung wisata ya, kampung mana saja yang masuk dalam kategori ini? Nah secara administratif kawasan Bintaran tercatat berada di Kelurahan Wirogunan Kecamatan Mergangsan Kota Yogyakarta. Saya cari infonya di portal pariwisata.jogjakota.go.id, ternyata kampung Bintaran memang tidak termasuk dari 17 kampung wisata di kota Jogja. Oooo
Dari 17 daftar yang masuk dalam label kampung wisata, kampung wisata Pakualamanlah yang letaknya paling dekat dengan kampung Bintaran, jejeran malahan. Ya kawasan Bintaran dan Pakualaman hanya dibatasi oleh Jalan Sultan Agung, kira-kira satu kilometer dari kawasan Titik Nol Km ke arah timur. Bagaimana sudah ada gambaran letak kampung ini kan?
Sisi Historis dan Romantis Kampung Bintaran
Setelah menemukan lokasi kampung ini, mari kita berjalan kaki menyusurinya. Kali ini saya tidak sendiri, saya bergabung dengan Jogja Walking Tour yang dipandu oleh mas Erwin dari Komunitas Malam Museum. Padahal jaman sekolah, sejarah bukan pelajaran favorit, eh ternyata kalau ikut kegiatan ini kenapa sejarah jadi menyenangkan ya?
Setidaknya dari sisi historisnya adanya jejak kolonial dapat ditemukan pada beberapa bangunan berikut saat berjalan kaki menelusuri Kampung Bintaran:
1. Museum Sasmitaloka Panglima Besar Jendral Sudirman
Bangunan ini pada mulanya merupakan rumah tinggal seorang kepala administratur/kepala keuangan bernama Wijnchenk. Seorang Belanda yang bekerja di dua pabrik milik Pakualam V yaitu pabrik gula Sewu Galur dan pabrik pewarna pakaian Sumber Nila. Karena milik seorang pejabat, rumah ini tampak begitu megah dan mewah.
Dibangun pada tahun 1890, bangunan yang berusia 132 tahun ini mengalami beberapa kali alih fungsi. Salah satunya menjadi rumah bagi Panglima besar Jendral Sudirman. Setelah itu bangian ini digunakan untuk museum Pusat Angkatan Darat. Barulah pada tahun 1982, bangunan ini diresmikan menjadi Museum Sasmitaloka Panglima Besar Jendral Sudirman.
2. Gereja Katolik Santo Yusup Bintaran
Jejak kolonial yang paling mencolok dari kampung Bintaran ini adalah keberadaan gereja ini. Awalnya gereja ini dibangun untuk mengakomodir umat yang tidak tertampung di gereja Kidul Loji khususnya umat katolik pribumi. Sehingga pada tahun 1933-1934 dibangunlah gereja Bintaran ini.
3. SMP Bopkri 2 Yogyakarta
Lokasinya tidak berada di tengah kampung seperti dua bangunan sebelumnya, SMP BOPKRI terletak di jalan Sultan Agung No 4 Yogyakarta. Hanya beberapa metet dari sungai Code, sangat mudah menemukan sekolah ini.
Uniknya meskipun berada di pinggir jalan, bangunan lantai satunya di bawah permukaan jalan raya kurang lebih 2 meter. Karena tidak bisa masuk ke dalam area sekolah, kami hanya bisa melihat sekolah dari pagar. Bangungan yang menghadap kea rah kami adalah bagian lantai dua dari sekolah ini.
Sekolah ini sudah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya melalui SK penetapan tahun 2007. Pada awal mulanya bangunan ini memang diperuntukkan untuk sekolah Hollands Javanesche School, yaitu sekolah untuk anak-anak pribumi/orang Jawa ningrat yang setara SD dan SMP.
Pada masa itu saat orang tua yang bekerja sebagai pejabat kolonial pensiun, anaknya tidak boleh menggantikan jabatan bapaknya. Pemerintah Belanda tidak suka dengan sistem nepotisme seperti ini.
Mereka yang akan bekerja untuk pemerintah Belanda harus terdidik, karena itu pada tahun 1913 didirikanlah sekolah ini untuk mencetak tenaga terdidik yang akan bekerja sebagai tenaga administrasi. Lulusan Hollands Javanesche School hanya menguasai tiga ketrampilan yaitu menulis, membaca, berhitung serta menguasai bahasa Belada dan Indonesia.
Pada akhir kekuasaan Belanda di Indonesia, pemerintah Belanda menyerahkan sekolah ini pada Yayasan Kristen di Indonesia yaitu Badan Oesaha Kristen Indonesia atau yang disingkat dengan BOPKRI. Aktivitas yayasan ini memang bergerak di bidang pendidikan sehingga oleh Yayasan Bopkri bangunan ini teteap dijadikan sekolah menengah sampai dengan sekarang.
4. Museum Biologi
Sama halnya dengan kampung Bintaran, barangkali tidak banyak yang tahu keberadaan museum ini. Maksudnya diketahui oleh khayalak umum, bagi pelajar atau mahasiswa kunjungan ke museum ini salah satu agenda wajib sekolah.
Bangunan ini sudah difungsikan menjadi museum sekitar tahun 1969. Museum ini dibuka untuk umum dan dikelola Fakultas Biologi Universitas Gajah Mada. Saya kurang update untuk tiket masuk, kalian boleh langsung aja menuju ke Museum Biologi yang berada di Jalan Sultan Agung No Yogyakarta. Museum ini persis di sebelah barat Mc Donalds.
Bangunan yang berdiri tahun 1890 ini dahulu berfungsi sebagai tempat tinggal orang Belanda yang menjabat sebagai opsir untuk mengawasi Kraton Pakualaman. Nuansa kolonial kental sekali pada bangunan ini dengan gaya indisnya. Terlihat dari arstitektur pintu dan jendela yang berukuran besar dan tinggi. Pada tahun 2011 pemerintah menetapkan banguan ini sebagai bangunan cagar budaya.
5. Rumah Tinggal
Selain museum Biologi yang berfungsi sebagai rumah tinggal, ternyata di dalam kampung Bintaran sendiri ada beberapa bangunan yang dulunya merupakan tempat tinggal dan saat ini juga masih berupa tempat tinggal.
Jika kita menyusuri jalan Bintaran Tengah atau Jalan Kapten Laut Samadikun. Di sepanjang kiri dan kanan jalan masih ditemukan bangunan rumah tinggalan jaman Belanda. Tahu dari mana bangunan itu masih asli?
Ya, yang paling jelas ada tanda bangunan heritage di depan rumah. Kedua dari fisik, fasad bangunan dan gaya arsitektur bangunan yang bisa dilihat dengan kasat mata merupakan bangunan kuno. Setidaknya ada 8 bangunan rumah tinggal yang bisa dijumpai di sini.
Di mana saja bangungan itu. pertama bangunan yang berada di sebelah selatan museum biologi. Rumah ini sekarang masih ditempati oleh salah satu keluarga kerabat Pakualaman. Kedua adalah rumah Pangeran Haryo Bintoro yang menjadi asal mula nama perkampungn ini. Rumahnya berbentuk Joglo dan menjadi satu-satunya rumah bergaya Jawa di daerah ini., dikenal juga dengan joglo sepuh.
Berikutnya adalah bangunan yang dulunya berfungsi sebagai barak militer yang ada di depan Joglo Sepuh. Dua rumah di sebelahnya adalah bangunan heritage. Sementara di sebelah Joglo sepuh sebenarnya ada dua bangunan yang dibangun pada masa yang bersamaan, hanya saja salah satu dari bangunan itu sudah berubah.
Bangunan yang masih asli adalah bangunan yang berada di depan Bank BTPN. Rumah terakhir yang bisa kita jumpai, berada di ujung dekat dengan Gereja Bintaran. Rumah ini masih ditinggali sampai sekarang sebagai rumah tinggal.
Penutup
Berjalan kaki di antara bangunan-bangunan tua tidak jarang membawa sisi romantis ya, terbawa kenangan. Tentulah bagi orang-orang yang pernah hidup di masa itu, atau pernah menempati salah satu rumah di Kampung Bintaran.
Saat sebuah bangunan kuno dirawat dan tetap dijaga sampai hari ini dia akan punya cerita untuk generasi yang akan datang. Menyusuri jejak kolonial di Kampung Bintaran hari itu menyadarkan saya, sebuah sejarah memang harus diketahui sekecil apapun, karena hal yang kecil itu pasti punya makna. Salam!
Posting Komentar untuk "Menyusuri Jejak Kolonial di Kampung Bintaran Jogja"